Kebosanan yang Membunuh

Saturday, January 21, 2017


Tulisan ini dibuat dalam kondisi bosan akut. Saya sedang bosan menulis blog. Sebetulnya banyak ide menunggu untuk ditulis. Hari ini pun saya sudah memilih tema. Sudah punya kerangka tulisan. Bahkan sudah mengumpulkan data penunjang. Tinggal ditulis saja, tapi terhalang bosan. Bercampur malas juga. Rasanya ingin batal menulis, tapi itu bukanlah opsi. Saya tak boleh berhenti menulis saat bosan—bolehnya saat karya sudah selesai. Jadi saya putuskan untuk lanjut saja. Namun tidak dengan tema yang sudah ditentukan. Kali ini, saya ingin membahas kebosanan dan hal-hal di sekitarnya.

Photo by Joshua Rawson-Harris on Unsplash
Kenapa sih manusia gampang bosan? Jawaban paling umum adalah karena rutinitas. Kalau yang dilakukan itu-itu saja, pasti cepat jenuh. Lalu apakah rutinitas itu buruk? Tidak. Saya justru menganggapnya sangat penting. Dengan rutinitas, waktu yang terbuang lebih sedikit. Kita jadi cekatan karena terbiasa melakukannya. Target yang selesai pun lebih banyak. Tantangannya adalah memunculkan variasi supaya tidak bosan. Misalnya saat menulis. Tiap hari saya melakukannya selama berjam-jam. Kadang sampai mual dan pusing. Supaya segar lagi, saya berusaha pindah-pindah tempat. Kadang di kamar tidur. Kadang di kafe pinggir jalan. Kadang di perpustakaan yang gratis. Bahkan di sekre organisasi (pilihan terakhir, karena susah menulis di sana—terlalu banyak godaan untuk ngobrol). Variasi itu sangat berguna.

Selain rutinitas, kita cepat jenuh karena kurang menghargai pencapaian diri sendiri. Semua dianggap biasa-biasa saja. Dapat IPK tinggi? Biasa. Menang lomba? Biasa juga. Berhasil membuat karya yang bagus? Ah biasa, semua orang juga bisa. Pemikiran itulah yang mematikan semangat hidup. Jangan memandang dirimu terlalu rendah. Di atas langit memang masih ada langit. Namun, kita sudah berusaha untuk meraih posisi yang sekarang. Tentu butuh banyak waktu dan usaha. Itu bukan pencapaian yang biasa-biasa saja. Perlu dirayakan. Pujilah diri sendiri. Hargai setiap prestasi yang kita raih. Sebab, tak semua orang bisa melakukannya. Cara ini akan membuat hidup lebih berwarna, bergairah, dan tak rawan bosan.

Pada akhirnya, yang penting adalah sikap kita. Kebosanan bisa menyerang siapa saja. Ada orang yang bosan lalu menyerah. Padahal, tinggal sedikit lagi sampai tujuan. Ada juga orang yang bosan tapi tetap ngotot berjuang. Mungkin hasil usahanya jadi kurang bagus. Namun setidaknya menghasilkan sesuatu. Berkembang dan bertumbuh walau perlahan. Itulah yang penting. Tak ada benih yang tiba-tiba tumbuh jadi pohon besar. Dia bertumbuh pelan-pelan—mulanya muncul tunas, daun, batang, lalu bunga dan buah. Bagaimana kalau bosan dan memilih berhenti saja? Dijamin akan mati. Karena itu, kita tak boleh terbunuh oleh bosan. Lawanlah!

You Might Also Like

0 comments