Memakai Sepatu Orang Lain

Friday, January 20, 2017


Tiap orang mempunyai masalah. Tergantung bagaimana cara menyikapinya. Ada orang-orang yang hobi berkeluh kesah. Mungkin dengan berbagi cerita, beban mereka jadi berkurang. Ada juga orang-orang yang hampir tak pernah mengeluh. Mendadak saja, mereka meledak marah karena sudah tak kuat menanggung emosi.

Terkadang saya membayangkan, bagaimana jika kita bisa sesaat saja menjadi orang lain? Memakai sepatu mereka. Melihat dengan mata mereka. Mendengar dengan telinga mereka. Menghadapi hal-hal dan persoalan yang sama sekali berbeda.

Photo by Dim Hou on Unsplash
Mari membayangkan.

(i) Jiwa kita masuk ke dalam tubuh mahasiswa terbodoh di kelas. Dalam keseharian, mahasiswa itu selalu bingung mengikuti kuliah. Tak bisa memahami dan menjawab pertanyaan dosen. Nilai-nilainya buruk. Namun selama ini selalu ceria, jadi tak ada yang sadar kalau dia dalam kesulitan. Justru orang-orang menertawakan kebodohannya. Tak ada yang tahu, mungkin setiap malam mahasiswa itu berusaha belajar. Bersikeras memahami materi kuliah. Namun apa daya, kepintaran setiap orang berbeda. Sekeras apa pun berusaha, dia tak kunjung berkembang. Nilainya tetap buruk. Orang tuanya marah-marah. Dia terserang stres, merasa sedih dan tak berdaya. Kalau tahu itu, masih maukah kita menertawakannya?

(ii) Di antara teman kita, pasti ada orang yang supersibuk. Mengikuti acara ini dan itu, menjadi panitia di setiap kesempatan. Kuliah, berorganisasi, bekerja, ikut penelitian, bergabung dengan komunitas sosial. Kerap diandalkan orang lain untuk memimpin dan memecahkan masalah. Hebatnya, dia selalu penuh energi. Jarang terlihat capek maupun mengeluh. Padahal, mungkin tiap hari dia baru pulang larut malam. Kelelahan setengah mati. Berusaha terjaga untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Ketiduran sebentar. Bangun, lalu bersiap menghadapi hari dengan fisik yang masih lelah. Setelah tahu kesulitan itu, apa kita masih bisa marah kalau dia tak punya waktu untuk jalan-jalan bersama?

(iii) Coba perhatikan teman-temanmu. Mungkin ada orang yang tak bisa beraktivitas seperti lainnya. Tak kuat berjalan kaki lama-lama. Tak bisa menghadapi angin malam. Tak mampu mengikuti banyak kegiatan sekaligus. Biasanya, orang seperti itu akan dicap lemah. Dimarahi karena tak bisa menyamai orang lain. Padahal, mungkin dia sudah berusaha sekuat tenaga. Apa daya fisiknya memang tak kuat. Barangkali dia mengidap suatu penyakit, mungkin asma,  darah rendah, atau lainnya. Namun tak mau bercerita karena takut semakin dianggap lemah. Pada orang-orang seperti ini, apa kita masih tega menyuruhnya berusaha di luar kemampuan?

Benar, tiap orang mempunyai masalah. Kita tak akan mengerti kalau tak berusaha memahaminya. Namun, tak perlu merasa kasihan secara berlebihan. Sebab tiap orang telah dianugerahi kekuatan. Yang penting adalah fokus pada pemecahan masalah, bukan pada masalah itu sendiri. Niscaya jalan keluar segera muncul.

You Might Also Like

2 comments

  1. Setiap baca tulisannya Pandan, saya jd semangat untuk menulis jg. terus berkarya Pandan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe makasih banyak ya Ika. Tiap baca komen dari kamu, aku juga makin semangat nulis. Ditunggu karya-karyamu :3

      Delete