Aku Menulis, Maka Aku Berdoa
Sunday, December 28, 2025Beberapa bulan lalu, di sore hari menjelang jam pulang kantor, terdengar suara azan dari masjid sekitar. Tiba-tiba terlintas sesuatu di benakku, "Bagaimana cara kita berdoa selain dengan berdoa dan sembahyang?"
Saat itu aku sedang istirahat sebentar di ruangan bersama beberapa teman kerja. Faiz, yang termuda di antara kami, menjawab pertanyaanku, "Kita bisa berdoa dengan beraksi."
Aku merenungkan jawaban Faiz dan merasa itu ada benarnya. Dengan melakukan aksi atau berkegiatan setiap hari, berarti kita masih berusaha untuk hidup, walau kadang terasa sangat sulit. Dengan bangkit dari tempat tidur lalu bekerja, berarti kita masih berharap dan belum menyerah.
Entah kenapa aku cukup sering dipertemukan dengan orang-orang yang hampir menyerah dengan hidupnya. Ketika aku mendengarkan cerita mereka dan berusaha membantu... Aku menyadari bahwa mereka sedang berada di terowongan panjang yang gelap gulita. Dan setiap kali aku berusaha menyalakan lilin, cahayanya langsung padam ditelan kegelapan.
Setelah memahami horor yang harus mereka hadapi setiap hari, muncul pertanyaan yang membuatku ragu-ragu, "Jika memang tak semua orang ingin hidup lama, haruskah aku mendoakan mereka agar panjang umur? Apakah doaku akan menjadi sesuatu yang baik atau sesuatu yang egois?"
Aku memikirkannya cukup lama dan bertanya pada sejumlah orang. Kesimpulan akhirnya adalah: berdoa merupakan hak kita. Jadi aku akan tetap mendoakan semua orang agar panjang umur, terlepas apakah mereka menginginkannya atau tidak. Sama seperti aku akan mendoakan mereka agar sehat selalu, bahagia, banyak rezeki, dan dilimpahi cinta kasih.
Sampai sini mungkin kamu heran, kenapa aku berpikir rumit tentang doa? Mungkin karena aku memang suka berpikir dan sudah mempertanyakan hal itu sejak kecil.
Misalnya waktu aku masih SD, aku selalu berdoa saat dibonceng motor mendiang bapakku dalam perjalanan berangkat sekolah. Pertama aku berdoa untuk keluarga, lalu untuk diriku sendiri, untuk orang-orang lain yang dekat denganku, untuk keluarga yang sudah meninggal, dan terakhir: aku berdoa untuk seluruh dunia agar bahagia dan berkecukupan.
Lalu aku bingung, "Jika aku mendoakan seluruh dunia, sementara ada miliaran orang di bumi ini, apakah doaku akan efektif? Jika doaku yang hanya satu harus dibagi-bagi untuk miliaran orang, apa berarti tiap orang hanya akan mendapat secabik manfaat dari doaku?"
Setelah berpikir panjang, aku mendapat kesimpulan: aku akan tetap mendoakan seluruh orang di dunia. Dengan harapan ada banyak orang lain yang mendoakan seluruh dunia juga, jadi tiap orang akan mendapat perlindungan doa yang lebih banyak.
Sepertinya aku sudah melantur jauh, jadi mari kembali pada pembahasan di awal. Tentang kita bisa berdoa dengan cara melakukan aksi. Dalam agama tertentu, berdoa dan beraksi adalah dua hal yang berbeda. Namun menurutku, dua hal itu bisa melebur jadi satu.
Salah satu cara berdoa bagiku adalah menulis. Sejak kecil aku suka menulis dan kemudian bekerja sebagai penulis. Bahkan sekarang, setelah berkali-kali aku muak menulis dan sudah tidak menjadi penulis lagi, terkadang aku rindu. Aku rindu menuangkan isi kepalaku dalam bentuk tulisan karena itu adalah hal yang terasa sangat alami bagiku. Rasanya seperti pulang ke rumah.
Perasaan itu terpicu saat aku mengaktifkan akun Facebook-ku lagi untuk urusan pekerjaan belum lama ini. Lantas aku membuka timeline-ku dan melihat bahwa dulu aku sering sekali menulis di blog. Tentang kehidupanku, teman-temanku, keluargaku, dan sebagainya. Itu adalah hari-hari yang menyenangkan dan rasa syukurku menjadi berlipat ganda karena aku menuliskannya.
Jadi aku memutuskan untuk menulis blog lagi secara rutin. Aku berencana melakukannya setiap hari Minggu karena itu adalah hari liburku. Sebagai awalan, ini adalah tulisan pertama yang kurilis di blog setelah beberapa tahun. Di tulisan selanjutnya, aku akan bercerita tentang perubahan besar yang terjadi dalam pekerjaanku di tahun ini.
Sampai jumpa!

0 comments