Ke Mana Manusia Pergi Setelah Meninggal?

Thursday, February 16, 2017


Sebelum cerita dimulai, perlu ada sedikit peringatan. Tulisan kali ini berisi pemikiran saya tentang manusia setelah meninggal. Akan muncul tebakan demi tebakan. Tak ada yang didasari penelitian langsung, sebab saya kan belum pernah mati. Jadi sebagian besar hanya imajinasi. Karena itu mohon tak ditanggapi kelewat serius. Saya hanya ingin menyampaikan pemikiran, tak ada maksud lain. Tapi kalau Anda takut terpengaruh, atau takut imannya terguncang, lebih baik tak lanjut membaca. Terima kasih :)

Nah, mari kita mulai.

Beberapa minggu lalu saya mengobrol dengan seorang kawan. Umurnya jauh di atas saya. Beliau adalah ibu rumah tangga. Merintis keluarga sejak sangat muda. Selama puluhan tahun, beliau mengalami banyak hal—baik yang manis, pahit, maupun yang amat sangat pahit. Tak heran kebijaksanaan tumbuh subur dalam dirinya. Enak diajak ngobrol tentang apa saja. Suatu hari, kami berdua membahas kematian. Sesuatu yang tak tampak tapi merayap dekat. 

Saya bertanya, apa yang beliau inginkan setelah meninggal? Apa berharap masuk surga seperti kebanyakan orang? Atau jadi hantu saja? Beliau menjawab, “Kalau bisa memilih, aku ingin semuanya selesai saat meninggal. Mungkin seperti televisi yang dimatikan. Tiba-tiba hitam, gelap, tak ada suara, pokoknya usai. Tak perlu kehidupan setelah kematian. Aku tak mengharapkan surga, neraka, reinkarnasi, atau lainnya. Sebab hidup sekali saja sudah cukup.”

Jawabannya agak mengherankan. Sebab, selama ini reinkarnasi adalah favorit saya. Kalau boleh memilih, di kehidupan selanjutnya saya ingin reinkarnasi. Entah jadi apa. Mungkin jadi manusia lagi beberapa abad kemudian. Pasti seru melihat perkembangan teknologi. Atau mungkin, reinkarnasi jadi sekuntum bunga di tepi danau. Bisa juga jadi awan. Jadi burung. Jadi setetes air yang mengalir di samudra. Kata orang, konsep reinkarnasi berhubungan erat dengan karma. Makin baik karma seseorang, makin baik pula wujudnya di kehidupan yang berikut.

Dulu kehidupan setelah mati membuat saya penasaran. Saat SMA, saya melakukan banyak pencarian tentangnya. Sebagian berasal dari kitab suci. Sejak dulu saya biasa melihat Alquran dan Alkitab disimpan berdampingan. Begitu juga kitab suci agama lainnya, biasa ditata bertumpuk dan bebas dibaca. Jadi saya mempelajarinya tanpa ragu. Ternyata, konsep hidup setelah mati berbeda di tiap agama. Ada yang langsung lanjut ke surga dan neraka. Ada yang melalui tahapan rumit dulu, dengan waktu yang sangat lama. Ada yang mati, reinkarnasi, lalu hidup lagi. Beda-beda pokoknya. Namun saya tak ingin menyimpulkan mana yang benar dan salah. Sebab agama adalah tentang meyakini. Tak perlu diperdebatkan segala.

Kemudian saya mencari di berbagai buku, film, lukisan, hingga artikel ilmiah. Apa tujuannya? Untuk menemukan kebenaran? Tidak. Kebenaran itu akan muncul sendiri saat saya meninggal. Saya mencari-cari hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu. Sebab pikiran saya terlalu aktif. Kelewat suka menganalisis sesuatu. Jadi saya lakukan saja sebagai hobi.

Dari pencarian itu, saya mendapat hasil yang lumayan. Ada sejumlah kondisi yang mungkin terjadi setelah manusia meninggal. Tebakan pertama saya adalah surga dan neraka, seperti yang diyakini banyak orang di dunia. Orang baik masuk surga. Orang jahat masuk neraka. Lalu tebakan kedua adalah reinkarnasi, seperti yang sudah saya jelaskan tadi. Prosesnya tergantung pada karma semasa hidup. Sedangkan tebakan ketiga adalah tidak ada apa-apa, yaitu kondisi yang diinginkan kawan saya di awal tulisan. Tak ada suara, tak ada cahaya, tak ada apa pun.

Masih ada tebakan keempat dan kelima. Setelah meninggal, mungkin kita pindah hidup ke dimensi lain. Misalnya saat ini saya adalah perempuan yang tinggal di dimensi A. Lalu setelah meninggal, saya pindah ke dimensi B—tapi sebagai laki-laki. Kedua dimensi itu tetap ada dan utuh, tapi tak menyadari keberadaan lainnya. Sedangkan tebakan terakhir adalah menjadi hantu. Mungkin orang yang meninggal tak benar-benar lepas dari dunia. Tetap menjalani hidup seperti biasa, tapi sebagai roh. Tak bisa interaksi dengan yang masih hidup.

Itulah tebakan-tebakan saya. Tak perlu dibawa serius, sebab ditulis hanya untuk bersenang-senang. Lho, kematian kok dikaitkan dengan kesenangan? Bukannya harus selalu dibayangi rasa takut dan waspada? Tidak juga. Seorang kawan saya pernah bilang, kita tak perlu takut menghadapi kematian. “Lakukan yang terbaik selama masih bernapas. Hiduplah dengan maksimal. Jadi saat meninggal—entah puluhan tahun lagi atau sehari lagi—kita tak akan menyesal. Mari hadapi kematian dengan berani,” ujarnya.

You Might Also Like

6 comments

  1. Jujur ya Pandan, aku muslim yang bisa dibilang sangat meyakini agamaku. Tapi soal hidup setelah kematian, aku nggak mau berpikir terlalu rumit. Sampai-sampai melakukan kebaikan agar masuk surga misalnya. Aku justru berpikir, berlaku baiklah selagi bisa. Karena ya yang benar-benar kita tahu hidup itu sekali. Terus soal melakukan dosa membuat masuk neraka, ya simple aku artikan dengan jangan berbuat buruk. kenapa mesti buruk, selama bisa mengusahakan yang baik?

    Nice sharing Pandan!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menarik nih pendapatnya Mbak Erny. Memang paling enak kalau dipikir simpel. Bertahun-tahun lalu, waktu masih labil, saya pernah perhitungan banget soal dosa dan pahala yang saya lakukan. Jadinya malah stres. Nggak bisa menikmati hidup, apalagi memaknainya. Lama-lama nggak begitu lagi. Setuju sama Mbak Erny, "Berlaku baiklah selagi bisa, dan jangan berbuat buruk."

      Thank you sudah baca dan komentar :D

      Delete
  2. Ini sangat menarik :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah membaca. Tunggu tulisan-tulisan selanjutnya. Dalam waktu dekat, saya akan menulis pemahaman pada cinta beda agama. Semoga berkenan :)

      Delete
  3. Aku mengimani kehidupan kekal seperti yg diajarkan di agamaku. Bahkan semua orang baik atau buruk pun punya kesempatan yg sama untuk masuk surga.
    Aku hanya ingin berbuat baik kepada sesama, alam, dan Tuhan. Soal kematian pun, aku gak takut. yang aku takutkan aku gak sempat membahagiakan orang2 di sekitarku sebelum aku meninggal.

    Terima kasih sudah berbagi Pandan. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah senang baca pendapatnya Mas Edo. Saya juga berpikir, orang-orang punya kesempatan yang sama untuk masuk surga. Tapi sebelum itu kita punya kewajiban untuk hidup. Sebenarnya untuk apa Tuhan menciptakan kita di dunia? Apa sekadar transit sebelum ke alam baka? Mungkin tidak. Menurut saya, Tuhan punya misi untuk manusia. Salah satunya adalah memberi manfaat pada sesama. Termasuk membahagiakan orang lain, seperti kata Mas Edo :)

      Sama-sama, terima kasih sudah membaca dan komentar :D

      Delete