4 Hal yang Kita Sadari Saat Tinggal Jauh dari Rumah
Sunday, July 17, 2016
Kata orang, merantaulah agar kita
tahu rasanya pulang. Sebab ada hal-hal yang baru kita sadari saat jarak
membentang. Akan ada yang dirindukan. Makin banyak pula yang disyukuri. Karena itulah
saya ingin merantau. Namun sayangnya belum ada kesempatan untuk itu. Selama
lebih dari 20 tahun, saya menetap di Yogyakarta—kota yang damai dan menawarkan
banyak acara seni gratis. Hingga akhirnya sebuah kesempatan datang: KKN (Kuliah
Kerja Nyata).
Berkat KKN, saya bisa merasakan
pengalaman tinggal jauh dari rumah. Kelompok saya ditempatkan di Gianyar, Bali.
Untuk pertama kalinya, saya menetap lama di daerah yang benar-benar berbeda.
Begitu banyak hal baru. Saya harus beradaptasi dengan budaya dan kebiasaan
setempat. Selain itu, saya belajar untuk hidup mandiri. Tinggal di sebuah
pondok kecil yang dihuni 16 orang adalah kesempatan untuk berkembang. Langsung
saja, inilah empat hal yang saya pelajari selama sebulan terakhir.
Photo by Evelyn Paris on Unsplash |
1. Uang tidak tumbuh di pohon. Kalau mau bertahan hidup, kita harus
belajar hemat—bahkan untuk hal remeh sekalipun
Mengelola uang adalah tantangan. Selama
KKN, saya tidak bekerja sebagai freelance
supaya bisa fokus. Jadi hanya mengandalkan uang yang dikirim orang tua. Nah,
uang itu harus dikelola baik-baik supaya saya bisa bertahan hidup. Godaan
terbesar adalah makan. Setiap orang memang dijatah 20 ribu per hari untuk mengisi
perut. Namun seringnya tak mencukupi karena harga-harga di Bali lebih mahal.
Apalagi saat awal kedatangan, kami belum tahu mana tempat yang murah. Jadi harus
bayar banyak karena kurang jeli.
Untungnya, lama-kelamaan saya tahu
berbagai tempat makan murah. Misalnya saja warung di desa sebelah yang menjual
nasi campur seharga delapan ribu—porsinya banyak, lauknya bervariasi dan enak.
Ada juga restoran ayam krispi yang menjual paket seharga sebelas ribu. Di sana
juga ada berbagai es krim enak yang dijual murah. Pokoknya sebisa mungkin saya
membeli makanan di desa, sebab harga di kota lebih mahal. Apalagi di
objek-objek wisata seperti pantai. Hindari tempat yang ramai turis karena
makanannya lebih mahal.
Selain untuk makanan, biasanya saya
mengeluarkan uang untuk laundry, bensin,
dan belanja kebutuhan sehari-hari. Untungnya saya menemukan laundry yang cepat dan murah (satu hari
jadi, biayanya empat ribu per kilogram). Sedangkan bensin selalu saya beli di
pom resmi karena harganya lebih murah dari eceran. Nah, kadang yang agak boros
adalah belanja kebutuhan sehari-hari seperti sabun, sampo, dan berbagai
camilan. Hindari beli di Indomaret, Alfamart, atau Circle K karena harganya
lebih mahal. Bisa selisih sampai tiga ribu per barang. Jadi saya memilih belanja
di toko atau warung seputar desa.
2. Jangan manja dengan fasilitas. Gunakan yang tersedia di sekitar kita
Banyak fasilitas yang tak tersedia di
desa saya. Sekalipun pergi ke kota terdekat, beberapa fasilitas tetap minim.
Misalnya saja koneksi internet. Di pondok saya tidak ada wifi, jadi kami hanya mengandalkan paket internet di ponsel. Untung
lancar sinyal. Namun sampai sekarang saya tak menemukan warnet di desa maupun
kota. Jadi kalau butuh internetan banyak, harus pergi ke gerai wifi.id setempat. Membawa laptop dan
membeli paket di sana. Dengan lima ribu, kami bisa internetan selama 12 jam.
Lebih murah lagi kalau beli paket sebulan.
Saya juga harus jeli memanfaatkan
fasilitas pondok. Hanya ada satu kamar mandi—digunakan untuk mandi, cuci
piring, dan cuci baju. Padahal program KKN kami dimulai pagi hari. Jadi enam
belas orang harus bergantian mandi di sana. Sebetulnya ada pilihan lain, yaitu
kamar mandi TK yang kotor atau kamar mandi puskesmas yang angker, tapi saya
enggan menggunakannya. Jadi saya harus bangun sepagi mungkin untuk mandi. Lebih
baik mandi duluan lalu tidur lagi, daripada mengantre lama lalu telat datang
program.
3. Waktu untuk sendirian itu penting. Kita perlu istirahat dari
orang-orang dan keramaian
Karena ada banyak orang, seringkali
pondok saya ramai dan sesak. Memang menyenangkan untuk ngobrol dengan teman.
Bahkan saya tetap bisa tidur walaupun kondisi tidak mendukung. Namun terkadang,
saya butuh waktu untuk menyepi. Menenangkan diri dan mengistirahatkan batin. Lantas
saya dan beberapa teman pergi ke pantai terdekat. Menikmati angin yang
sepoi-sepoi. Memandang langit dan lautan yang mahaluas. Ada kalanya juga saya butuh
waktu sendirian. Kalau sudah begitu, saya akan naik motor lalu jalan-jalan di
sekitar desa dan kota. Momen tersebut membuat saya tetap tenang dan waras.
4. Awalnya, tinggal jauh dari kampung halaman membuat kita rindu dan kesepian.
Namun lama-lama kita betah juga. Rasanya seperti menemukan rumah baru
Terkadang hidup ratusan kilometer
dari rumah membuat saya rindu. Rasanya ingin bertemu keluarga dan teman-teman
di kampung halaman. Namun untungnya, situasi itu tidak berlangsung lama. Saya
mulai menyesuaikan diri. Membentuk kebiasaan-kebiasaan baru. Berkenalan dengan
berbagai orang dan melewatkan waktu dengan mereka. Saya akan selalu punya
kampung halaman. Namun tempat tinggal yang sekarang pun sudah menjadi rumah.
Itulah kenapa saya suka merantau.
0 comments