Di Balik Kerepotan Perempuan dan Makeup
Wednesday, January 25, 2017
Kenapa perempuan pakai makeup? Bukannya repot dan mahal?
Jangan-jangan untuk menggaet lelaki ya? Kecentilan nih! Kenapa tak natural
saja, kan lebih enak dilihat? Itulah berbagai celotehan yang kadang saya
dengar. Tak semuanya betul. Malah cenderung meremehkan usaha perempuan untuk
merias diri. Banyak anggapan simpang siur seputar makeup—terutama dari para lelaki yang tak pernah memakainya.
Sebagai perempuan yang dandan tiap hari, saya ingin meluruskan anggapan tadi. Mari
kita bahas bersama.
Photo by Rosa Rafael on Unsplash |
Kecantikan itu relatif. Dengan pakai makeup,
bukan berarti saya setuju pada standar kecantikan di masyarakat
Ada standar kecantikan tertentu yang
dibuat media massa. Entah sejak kapan, perempuan dianggap cantik kalau berkulit
putih, bermata besar, dan punya bulu mata lentik. Betulkah begitu? Tidak. Saya
percaya kalau semua perempuan itu cantik. Letak keindahannya saja yang beda-beda.
Lantas kenapa pakai makeup? Karena riasan
bisa memperjelas keindahan kita. Misalnya saya sendiri. Warna kulit saya adalah cokelat sawo matang.
Saya menyukainya dan tak berniat mengubahnya jadi putih. Namun saya tetap pakai
bedak. Itu bedak natural—tak ada warnanya sama sekali. Saat memakainya, wajah
saya tetap cokelat, tapi tampak bersih dan bebas kilap. Kesimpulan: makeup bukanlah alat untuk mengubah yang
jelek jadi cantik, tapi membuat yang cantik jadi makin cantik.
Menggaet lelaki dengan bekal kecantikan? Waduh, bukan itu tujuan saya berdandan
Wahai para lelaki, tak perlu GR kalau
perempuan dandan sebelum bertemu denganmu. Ada banyak alasan kenapa kami
melakukannya. Kalau buat saya, berdandan adalah cara untuk mencintai diri
sendiri. Sebab tubuh adalah aset penting. Tak enak rasanya kalau menjalani
hidup dengan tubuh yang tak terawat. Saat pakai makeup, saya merasa lebih segar dan cantik. Perasaan itu membuat hari
berjalan lebih menyenangkan. Mungkin ini agak sulit dipahami lelaki—tapi
perempuan memang mendapat kesenangan dari hal semacam itu. Bagi kami, seoles lipstik
yang bagus bisa mendongkrak mood.
Siapa bilang makeup itu mahal
dan tak terjangkau? Banyak makeup berkualitas
yang dijual murah
Industri makeup di Indonesia makin berkembang. Banyak merk lokal yang
menjual produk dengan harga murah. Lipstik dan bedak berkualitas bisa diperoleh
seharga 20 ribuan. Masih merasa tak sanggup beli? Eits, coba cek pengeluaran
kita. Siapa tahu ada yang boros dan bisa dihemat. Kalau betul-betul perlu makeup, kita pasti bisa membelinya.
Seperti teman saya, Mbak Erny Kurnia—seorang lifestyle blogger. Dia masih kuliah sambil bekerja. Karena tak lagi
bergantung pada orangtua, Mbak Erny harus membiayai semua kebutuhan dengan
gajinya. Mulai dari bayar kuliah, sewa kos, makan sehari-hari, dan sebagainya.
Sekaligus bisa menyisihkan uang untuk makeup.
Hebat ya. Bagaimana kalau penghasilan kita belum cukup? Coba cari penghasilan
tambahan. Tak hanya bisa beli alat rias, siapa tahu bisa membiayai yang lain.
Butuh banyak pengalaman supaya bisa merias wajah dengan baik. Jadi ini
bukanlah keahlian yang remeh
Saya butuh usaha berkali-kali dalam berdandan.
Awalnya tampak menor dan aneh. Bedak terlalu putih, alis ketebalan, dan warna
lipstik tidak pas. Ternyata makeup yang
cocok untuk seseorang belum tentu cocok untuk orang lainnya. Saya pun dibantu Nala,
seorang teman yang suka merias wajah. Dia melihat banyak tutorial makeup di internet. Favoritnya adalah
riasan yang natural dan elegan. Bersama Nala, saya mencoba berbagai produk
sampai akhirnya menemukan yang tepat. Lalu belajar memakainya dengan benar.
Kemampuan merias itu bukan sesuatu yang remeh lho. Buktinya, ada pekerjaan makeup artist yang dibayar tinggi.
Berdandan itu tidak lama. Kalau perlu, saya bisa merias wajah hanya dalam
5 menit
Saya pernah janjian mendadak dengan
seorang teman lelaki. Kami hendak bertemu di kafe. Sebelum berangkat dia
berpesan, “Buruan! Nggak usah dandan, nanti kelamaan.” Namun saya tetap
berdandan. Tak butuh waktu lama kok. Biasanya, saya butuh 10-15 menit untuk
memulas makeup. Tapi 5 menit juga
bisa kalau terburu-buru. Satu menit untuk pakai BB cream. Satu menit untuk
menyapukan bedak. Satu menit untuk pakai lip
balm dan lipstik. Dua menit sisanya untuk menggambar alis. Selesai!
Akhirnya, saya sampai di kafe itu lebih dulu daripada sang teman. Itulah bukti
kalau perempuan bisa berias dengan cepat. Makin terbiasa dandan, makin sebentar
pula waktu yang dibutuhkan.
Yang paling penting memang inner
beauty. Tapi kalau bisa punya inner
beauty sekaligus outer beauty,
kenapa tidak?
Saya percaya kalau inner beauty sangatlah penting. Hati
yang buruk tak bisa ditutupi riasan sebanyak apa pun. Sedangkan hati yang baik
akan bersinar dan membuat kita cantik. Jangan lupa tersenyum—itu riasan terindah
yang dimiliki perempuan. Tak masalah kalau tak pakai makeup. Tak ada yang melarang juga. Sebagian perempuan lebih nyaman
membiarkan wajahnya polos. Bukan berarti tidak cantik. Sekali lagi, kecantikan
itu relatif. Orang-orang memandang kecantikan dengan cara berbeda. Kalau
menurut saya, makeup bisa memperjelas
keindahan perempuan. Kalau bisa punya inner
beauty sekaligus outer beauty,
kenapa tidak?
4 comments
Pandan aku terharu namaku disebut di sini *nangis elap ingus pakai tissu* wkwk walau aku merasa lbh ke lifestyle ketimbang fashion blogger hihi.
ReplyDeleteSetuju sm poin2 di sini meski buat yang nggak bermakeu mungkin nggak paham sama sensasi makeupan yang bisa membuat hidup terasa lebih bersemangat.
Ooh iya, udah kubetulin jadi lifestyle blogger ya 😄 Hihihi sama-sama Mbak. Soalnya selama ini aku sering baca blog Mbak, dapet banyak ilmu juga tentang makeup. Jadi rasanya lebih afdol kalau di tulisan ini ada bahasan tentang Mbak Erny 😆
DeleteNah ituuu. Kadang kalau lagi nggak semangat, aku langsung mandi dan pakai makeup. Seketika magernya hilang, terus keluar rumah deh 😋
Menulis itu sebenarnya memfokuskan pandangan.Menulis sama sekali bukan menelurkan kata-kata. Apalagi sekedar menemukan diri kita di suatu waktu tertentu dengan ruang yang tertentu pula. Rias, make up atau apalah namanya, terlanjur menjadi industri ketika para piawai pasar tahu dengan persis perempuan suka dibohongi. Ketika menjadi industri, rias pun beranjak ke profan, membuka leha-leha semua rahasia setiap formula. Ketika rias masih sakral, semua formula adalah rahasia, misteri. Bahwa bengesan bibir yang benar-benar menyala hanya orang tertentu yang tahu dari daun apa dia beroleh getah yang ketika terkena ludah menyawa merah darah. Rias bertemu raja, bertemu suami di peraduan, bertemu calon mertua, belanja ke pasar punya rahasia dan formula yang pantang dibongkar. Dan rias menjadi puncak sakralitas seorang perempuan ketika dia harus di-paes, harus menjadi dewi dalam sehari, dan benar-benar tak seorang pun tidak kagum pada hasil paesan di poade/pelaminan. Rias dalam tulisanmu, belum menunjukkan dirimu seorang perempuan yang tahu dan mengerti mengapa seorang perempuan ketika kehilangan hak publiknya harus bersembunyi di balik segala rupa dan warna...
ReplyDeleteTerima kasih atas komentarnya yang panjang, detail, dan sangat informatif. Saya jadi tahu banyak tentang latar belakang makeup. Unik sekali sudut pandangnya, terutama tentang paesan di pelaminan 😊
DeleteSaya ingin membalas dua hal:
1. Tampaknya sudut pandang kita tentang tulisan ini berbeda. Mungkin Anda mengira saya ingin membahas seorang perempuan yang kehilangan hak publiknya, lalu harus bersembunyi di balik segala rupa dan warna. Saya sama sekali tak bermaksud ke arah sana. Buat saya, tulisan ini mengekspresikan kebahagiaan di balik makeup. Bukan tipuan, topeng, atau kekangan.
2. Saya setuju kalau "menulis bukanlah sekadar menelurkan kata-kata". Sebab menulis juga tentang menyampaikan pesan, mengekspresikan diri, dan sebagainya. Namun perlu diingat, tiap orang punya tujuan menulis yang berbeda. Saya sendiri menulis di blog ini untuk menghadirkan kebahagiaan dan memantik pencerahan, dengan gaya paling sederhana. Mohon maaf kalau kurang cocok dengan selera Anda.
Terima kasih sudah membaca & berkomentar dengan serius 😊