Teman (Hidup) dan Memantaskan Diri

Saturday, July 16, 2016


Saya punya seorang senior yang kebapakan. Beberapa minggu lalu, kami menyempatkan diri untuk bertemu. Kebetulan kami menyukai obrolan panjang dan mendalam. Segala hal dibahas—mulai dari hobi, kegiatan, sampai akhirnya saling update pengalaman cinta yang sama-sama suram. Saya dan Kak Senior berusaha menganalisis kegagalan kami. Namun pada akhirnya, kami lelah membahas cinta dari segi perasaan. Lantas mulai berpikir logis.

Di umur yang sudah kepala dua, kami lebih serius memikirkan cinta. Tak sekadar naksir, pacaran, lalu putus. Kami mulai berpikir tentang teman hidup. Bukan terburu-buru ingin menikah, tapi membuat rencana sejak dini. Barangkali masih lama sekali sampai saat “itu” tiba. Namun, kami sepakat untuk memantaskan diri sejak sekarang. Inilah konsepnya:

Photo by Redd F on Unsplash
1.  Kita tak bisa mengontrol perasaan orang lain. Jadi, kita harus tahu kapan saatnya berjuang dan kapan saatnya berhenti

Kita memang bisa melakukan apa pun untuk orang kita sayang. Entah berkorban waktu, tenaga, uang, bahkan masa depan dan harga diri. Namun kadang usaha itu tak ada pengaruhnya. Bukan karena tak cukup banyak, tapi karena orang yang bersangkutan tak bisa memaknainya. Pertama, mungkin sejak awal dia tak tertarik pada kita. Jadi mau jungkir balik seperti apa pun juga, kita tak akan menarik perhatiannya. Lebih baik berhenti dan cari yang lain.

Alasan kedua, mungkin awalnya dia berpikir kalau kita adalah pasangan yang cocok—lalu kita kalah dengan orang lain. Entah kalah pada seseorang yang lebih menarik, atau kalah pada bayangan (sekali lagi, BAYANGAN) jodoh impiannya di masa depan. Ya sudah kalau begitu. Lebih baik langsung pergi, karena apa pun yang kita lakukan tak akan cukup baginya. Dia akan selalu punya alasan untuk menolak kita.

Setiap orang berhak memilih, begitu juga orang yang kita sayangi. Baginya, mungkin ada banyak alasan untuk tak membalas perasaan kita—atau berhenti mencintai kita. Entah alasan pendidikan, pekerjaan, keluarga, masa depan, agama, atau yang lain. Mungkin awalnya sulit untuk menerima. Namun kita harus menghormati keputusannya. Jangan memaksakan perasaan. Kita harus tahu kapan saatnya berhenti mencintai. Biarkan dia pergi. Jadi kita pun bebas untuk move on dan (semoga) bisa mendapatkan orang yang lebih baik.

2. Refleksi diri! Apa kita sudah cukup pantas untuk dicintai?

Saat jatuh cinta, kadang kita terlalu sibuk pada perasaan. Sampai-sampai lupa pada kualitas diri. Padahal cinta jangka panjang tak hanya melibatkan sayang-sayangan, tapi juga membutuhkan tanggung jawab. Entah tanggung jawab pada diri sendiri, pasangan, maupun orang-orang lain yang berkaitan. Nah, langkah pertama untuk bertanggung jawab adalah refleksi diri. Kita perlu meluangkan waktu untuk merenung.

Selama ini, kita orang yang seperti apa sih? Apa kita sudah cukup pantas untuk dicintai? Jangan-jangan kita punya kebiasaan atau pandangan hidup yang buruk. Nah, hal itulah yang menghambat kita untuk mendapat pasangan. Kita harus berani mengkritik diri sendiri. Jangan menutup-nutupi keburukan. Kita juga bisa minta saran dari orang lain, apa saja yang perlu kita perbaiki.

3. Yuk memantaskan diri mulai dari hal-hal kecil

Selanjutnya adalah memantaskan diri. Tidak sulit kok, kita hanya perlu memulainya dari hal kecil. Buat saja target yang tak terlalu sulit. Misalnya saja selalu tepat waktu saat janjian, mandi dua kali sehari pada jam tertentu, atau apa saja. Jangan memaksakan diri untuk langsung melakukan hal besar. Sebab sebenarnya, keberhasilan besar diraih berkat keberhasilan kecil yang berulang-ulang.

Selain itu, kita harus tahu kriteria orang dalam memilih pasangan. Setiap orang memang punya kriteria berbeda. Tapi biasanya ada tolak ukur yang sama. Kebanyakan teman lelaki saya ingin punya teman hidup yang rapi, bisa masak, dan pandai mengasuh anak. Sedangkan teman-teman perempuan saya ingin pasangan yang bisa diandalkan—baik secara ekonomi, fisik, maupun mental. Kriteria itu penting bagi mereka. Nah, kalau kamu serius mau mencari teman hidup, mulailah memantaskan diri sejak sekarang.

4. Tenang saja, jodoh yang baik akan datang untuk orang yang baik

Pasangan adalah cermin dari dirimu. Kalau kualitas dirimu belum baik, kamu akan mendapat pasangan dengan kualitas yang sama. Jadi tak perlu sedih kalau kamu putus dengan pacarmu. Itu berarti, kamu diberi kesempatan untuk bersama orang yang lebih baik. Lalu apa artinya kalau kamu ditolak orang yang kamu sukai? Jangan-jangan kualitas dirimu belum setara dengan dia. Atau mungkin, justru kualitasnya yang lebih rendah dari kualitasmu. Jadi kamu beruntung karena dihindarkan dari dia.

5. Tapi kalau tak diperjuangkan, ya, jodohmu akan diambil orang lain :)

Memantaskan diri tak berarti cuek mencari jodoh. Ingat, Tuhan hanya membantu orang-orang yang mau berusaha. Kalau kamu sudah menemukan calon teman hidup, perjuangkanlah dia. Berjuang itu banyak bentuknya—tak harus terlibat dalam hubungan. Tapi bagaimana kalau belum menemukan calon teman hidup? Tenang saja, suatu saat dia akan muncul khusus untukmu.

You Might Also Like

2 comments

  1. Banyak yang salah memaknai arti jodoh ditangan Tuhan.
    Dan cenderung lebih menganggap cari jodoh adalah tugas Tuhan semata.
    Dapat atau tidak dipasrahkan kepada Tuhan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, saya percaya kalau jodoh harus kita perjuangkan. Nggak hanya menunggu dan berharap :)

      Delete